Tampilkan postingan dengan label Bioteknologi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bioteknologi. Tampilkan semua postingan

Rabu, 11 Januari 2012

PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA JAMUR KAYU EDIBEL

Jamur Tiram, Kuping, Shittake dan lain-lain merupakan jenis jamur kayu edibel yang sering dibudidayakan saat ini. Budidaya jamur kayu edibel sebagai penambah ekonomi keluarga dengan memanfaatkan lahan pekarangan (lahan tidak subur) dan pemanfatan tenaga keluarga sebagai (tidak langsung) pekerja. Lain dari itu jamur berfungsi sebagai individu pendaur ulang limbah serbuk kayu gergajian (selanjutnya disebut serbuk kayu) atau semua bahan limbah yang masih mengandung senyawa lignoselulotik seperti kulit kacang tanah, sepah tebu, jerami, seresah daun, tongkol jagung, buangan dahan atau pohon yang telah mati di hutan dan lain-lain.
Di Indonesia sumber tenaga kerja, sumber daya alam (pekarangan) di pedesaan dan limbah ligno-selulotik tersedia dalam jumlah yang cukup. Lain dari itu secara topografi Indonesia memiliki banyak dataran tinggi yang mempunyai kelembaban udara yang tinggi dengan temperatur udara yang rendah. Keadaan yang demikian ditambah dengan adanya 2 musim (musim panas dan hujan) tanpa disertai musim salju seperti halnya di negara 4 musim sehingga memberikan kesempatan yang amat baik bagi semua masyarakat Indonesia untuk melakukan budidaya jamur sepanjang tahun.

Beberapa hal penting dalam budidaya jamur kayu edibel, yaitu:
1.        Syarat Tumbuh
Jamur kayu biasanya menghendaki temperatur lingkungan berkisar antara 24o - 26oC dengan  kelembaban udara berkisar RH 80-90%. Untuk itu ketinggian tempat berkisar antara 600-1000 meter dari permukaan laut atau lebih. Lain dari itu kecepatan angin rata-rata harus relatif lambat, karena ini akan berpengaruh langsung terhadap penurunan kelembaban di tempat itu.

2.        Bibit Jamur
Bibit jamur kayu yang akan dibudidayakan sebaiknya diperoleh dari perusahaan yang memang mengembangkan jamur kayu edibel. Ini untuk menghindari bibit yang meragukan, terutama karena ada jenis jamur yang beracun. Biasanya bibit yang diinokulasikan ke polybag ada dalam tahap F3.

a.      Tata Cara Pembuatan Bibit F1, F2, dan F3
            Untuk membuat bibit F1 diperlukan media Potato Dextrose Agar (PDA) atau Potato Dextrose Yeast Agar (PYDA).
Komposisi PDA saebagai berikut:
300 g kentang; 20 – 30g Dextrose atau dapat diganti dengan gula pasir; Agar serbuk tanpa warna sebanyak 12g atau 1,5 batang agar.

Cara Pembuatan PDA
300g kentang dikupas kulit dan potong kecil, antara 0,5 – 1 cm2 direbus dalam air 1 liter (untuk ini volume air jangan berkurang). Perebusan dilakukan sampai kentang menjadi lunak. Selanjutnya, saring air kentang ditambah agar dan gula, kemudian panaskan lagi hingga agar benar-benar larut. Kini isi PDA tadi kedalam botol bekas saos kira-kira 30 ml atau tabung reaksi kira-kira 5 ml. Tutup dengan kapas atau sumbat karet lalu disterilisasi menggunakan autoklaf.

Penggunaan Autoklaf
Autoklaf sebenarnya kukusan tetapi bertekanan dan dilengkapi dengan manometer (untuk mengetahui besar tekanan uap air di dalamnya). Selain itu disertai dua buah klep (valve). Satu klep berfungsi sebagai safety valve/klep pengaman (supaya tidak meledak bila pemakai lengah sehingga tekanan melebihi batas yang telah diatur/diinginkan sesuai kemampuan alai ini) dan satu lagi berfungsi untuk exhaust valve/pengeluaran.
Seperti halnya kukusan, autoklaf harus diisi air sampai batas tertentu kemudian media yang akan disterilkan dimasukkan ke dalamnya. Jika jarum penunjuk manometer mencapai angka 1,5 bar atau 1,4 kg/cm2; atau 15 psi atau 15 lbs (pounds), kini mulai menghitung waktu sterilisasi. Bila isi botol atau tabung reaksi yang disterilisasi itu media PDA, maka waktu sterilisasi cukup 25 – 30 menit. Bila isi botol yang disterilisasi berupa bibit F2, yaitu serbuk kayu, maka waktu sterilisasi ditambah hingga 35 – 40 menit. Setelah waktu tersebut, api/kompor dimatikan.
Walaupun api/kompor sudah dimatikan, jangan terburu-buru membuka tutup autoklaf. Tunggu sampai jarum manometer menunjukkan angka dibawah 0,5 bar atau 0,5 psi baru klep pengeluaran dibuka. Bila jarum manometer menunjukkan angka NOL klep pengeluaran dibuka dan baru sekrup penutup autoklaf dibuka.
Selanjutnya tabung reaksi/botol yang berisi media PDA segera dimiringkan supaya media tersebut membeku dalam posisi miring. Kini media PDA untuk F1 siap untuk digunakan.

Membuat bibit F1
Untuk membuat bibit F1 perlu membuat cetakan spora (spore print). Jamur yang cukup tua diletakkan diatas kertas atau plastik yang telah diolesi media. Spora yang jatuh ke permukaan media diatas kertas/plastik tersebut akan membuat cetakan spora (mirip sidik jari). Jika spora sudah disterilisasi dapat ditanam pada media PDA sehingga tumbuh miselium. Ini artinya bibit F1 sudah tersedia.
Membuat bibit F2 dan F3
Media untuk bibit F2, F3, dan polybag sama, yaitu terdiri dari serbuk kayu gergajian 80%; bekatul 20%; CaCO3 1%; RH 60 – 65%, Ph 6,8-7,2 (diatur dengan CaCO3 atau CaO). Campuran ini diatur kelembabannya berkisar antara 60-65%, yaitu dengan penambahan air. Walaupun demikian ada juga yang menambah campuran tadi dengan bahan lain seperti ure, KH2PO4, dan lain-lain.
Proses sterilisasinya sama dengan sterilisasi F1, yaitu menggunakan autoklaf hanya saja waktu sterilisasinya perlu ditambah  5 – 10 menit karena serbuk kayu bersifat isolator (jadi tidak mudah untuk menyalurkan panas). Biasanya bibit F1 yang diinokulasikan/dimasukkan untuk starter F2 tidak banyak, yaitu sekitar 1 cm2. Bila inokulasi ini berhasil, maka dalam 2 minngu seluruh permukaan media F2 dalam botol bekas saos akan dipenuhi miselium. Kalau keadaan bibit F2 sudah benar-benarpenuh miselium, maka tiba saatnya untuk membuat bibit F3.
Media bibit F3 komposisinya sama dengan F2. Sekitar 1 sendok teh F2 diinokulasikan ke media F3 secara aseptik. Bila dalam dua minggu miselium sudah memenuhi seluruh permukaan media bibit F3, maka saatnya dilakukan inokulasi ke dalam polybag.
Untuk polybag dengan berat sekitar 1 kg dan ukuran kanting plastik 28 x 15 cm, memerlukan waktu 1-2 bulan untuk siap bereproduksi tetapi waktu ini sangat bergantung pada jenis dan keadaan lingkungan. Kesiapan untuk bereproduksi ditunjukkan dengan penuhnya miselium di seluruh permukaan polybag.
Perlu diingat, bahwa kantong plastik yang digunakan untuk mengemas media dalam polybag (juga disebut dengan nama baglog) terbuat dari plastik jenis Poly Propilene (PP) dengan ketebalan # 0,05 mm atau lebih. Jika sterilisasi polybag yang dibuat mempunyai volume atau berat polybag lebih berat dari 1 kg, maka waktu sterilisasi harus diperpanjang. Untuk skala industri rumah tangga, biasanya digunakan drum bekas oli. Dengan alat sterilisasi seperti ini sterilisasi polybag harus menggunakan waktu yang lebih lama, biasanya sekitar 5 – 8 jam dalam keadaan mendidih. Sebab itu waktu dilakukan sterilisasiair di dalam drum jangan sampai habis karena plastik dan serbuk kayu akan terbakar. Jika kompor/api sudah dimatikan jangan terburu-buru mengeluarkan polybag, melainkan biarkan dulu sampai temperatur agak turun (hangat).

3.    Penanaman Bibit Untuk Memperoleh Tubuh Buah
        Setiap polybag diisi kira-kira sebarat 1,0 kg dan selanjutnya polybag diberi cincin plastik (ring), atau potongan pipa PVC atau potongan ujung bambu dipasang di “mulut” polybag dan ditutup kapas berlemak. Pengisian bibit sebaiknya dilakukan di dalam kondisi aseptik (kalau mungkin ruang disterilisasi menggunakan lampu Ultra Violet Germicides). Tata cara aseptik perlu dilakukan sebaik-baiknya, artinya: tangan dan semua peralatan seperti meja, pinset, termasuk permukaan dan tutup botol dan polybag disucihamakan dengan dilap menggunakan alkohol 90% atau spiritus atau kreolin atau lisol.
        Media tanam yang sudah diisi dengan bibit ini sementara diinkubasi dalam ruang tertentu yang hangat untuk menumbuhkan miselium. Bila faktor kelembaban dan temperatur lingkungan sesuai, maka dalam waktu sekitar 1,5 – 2 bulan miselium akan memenuhi media dalam polybag tersebut. Bila media tanam dalam polybag sudah dipenuhi miselium, maka polybag yang berisi media tersebut dipindahkan ke kumbung produksi untuk menumbuhkan tubuh buah.

4.    Budidaya untuk produksi tubuh buah
    Kumbung produksi sebaiknya tidak dibangun berdekatan dengan kandang hewan. Kumbung produksi harus memenuhi beberapa ketentuan seperti faktor temperatur, kelembaban, cahaya, dan lain-lain. Untuk memperbaiki kelembaban di dalam kumbung produksi, semua bagian dalam dinding dan atap harus dilapisi dengan plastik. Walaupun demikian jendela harus tetap ada terutama di bagian atas dan dasar sekeliling dinding. Adanya jendela ini akan berperan secara langsung terhadap temperatur dan kelembaban di dalam kumbung. Selain itu dengan adanya jendela yang dibuka pada malam hari tetapi semua jendela ditutup waktu siang akan membantu proses perkawinan miselium sehingga membentuk tubuh buah. Fluktuasi temperatur antara siang dan malam akan mempengaruhi terbentuknya tubuh buah. Selain itu sebelum polybag disusun dalam kumbung produksi untuk menumbuhkan tubuh buah, maka kumbung perlu difumigasi dengan uap formalin ditambah KmnO4 (kalium permanganat), atau pestisida lainnya. Lantai kumbung mulai ditaburi kapur dan penaburan kapur ini diulang setiap bulan. Sebab itu sebaiknya lantai kumbung terbuat dari batu bata yang ditata sedemikian rupa tanpa disemen. Ini akan membantu pengaturan kelembaban udara dalam kumbung.

Jamur Tiram
a.    Jamur Tiram Putih
                           Untuk Tiram Putih, polybag disusun vertikal pada rak bambu atau kayu.
      Setelah miselium memenuhi seluruh permukaan polybag, umumnya akan ada tubuh buah yang “nyelonong” melalui kapas penutp polybag. Selanjutnya plastik polybag dibawah ring dipotong melingkar sehingga permukaan media terbuka. Nantinya tubuh buah jamur tiram putih akan bermunculan dari bagian yang terbuka ini.
     Untuk memanen tubuh buah jamur tiram putih cukup dicabut saja dari media dan bagian pangkal tubuh buah (bungkil) dipotong.

b.    Jamur Tiram Coklat
           Seperti halnya jamur tiram putih, bila sudah waktunya bereproduksi, biasanya akan ada tubuh buah yang “nyelonong”. Ini pertanda, bahwa produksi akan segera mulai. Khusus ini jamur tiram coklat plastik tidak perlu dipotong dan ring tidak dilepas!
     Disini ring berfungsi sebagai penyangga sehingga tubuh buah jamur tidak mudah rontok. Proses pemanenan sama dengan jamur tiram putih.

c.    Jamur Kuping
Pemindahan dan penyusunan polybag jamur kuping ke dalam kumbung produksi dilakukan bila miselium sudah tumbuh hingga 2/3 panjang polybag. Bila polybag sudah tersusun rapi, maka plastik di dekat ring di ‘silet’ seperti tanda silang (X) dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm. Sejak dilakukan penyiletandi dekat ring, maka penyemprotan (gunakan sprayer) boleh diarahkan langsung mengenai polybag (untuk Jamur Kuping dan Tiram) dilakukan 1-3 kali sehari di musim kemarau. Di musim hujan cukup sekali sehari. Penyemprotan ini disesuaikan dengan kebutuhan kelembaban, temperatur, dan akan kebih baik, bila penyemprotan diarahkan ke lantai. Setelah 5 – 7 hari penyiletan plastik polybag, maka tunas tubuh buah mulai muncul. Jika bagian tepi jamur kuping sudah menipis, maka pemanenan dapat dilakukan dengan mencabutnya. Bagian pangkal dipotong seperti jamur tiram.
Untuk jamur tram maupun jamur kuping dapat langsung dipasarkan atau dikonsumsi (dimasak). Khusus jamur kuping banyak dilakukan pengeringan dengan jalan mencucinya lebih dulu kemudian dijemur selama 3 – 4 hari (bila cuaca cerah).
Pencucian dan penjemuran yang baik akan menghasilkan permukaan jamur kuping yang berwarna hitam itu mengkilap.

d.   Jamur Shittake
Polybag jamur Shittake umumnya diletakkan vertikal seperti pada jamur tiram putih. Bila seluruh permukaan sudah coklat tua akan diikuti dengan timbulnya benjolan-benjolan seperti bisul. Kini tiba saatnya untuk melepas ring tanpa membuang kapas penutup polybag. Setelah 3 – 4 hari kapas dibuang dan dibiarkan lagi 1 – 2 hari. Selanjutnya plastik di permukaan atas sekeliling bekas tempat ring dipotong dan media yang sebagian plastiknya terbuka, kemudian dibalik tetapi tetap letakkan di rak bambu/kayu. Penyiraman dengan cara penyemprotan air selama polybag dibalik boleh dikenakan ke permukaan polybag. Ini dilakukan satu kali dalam sehari saja selebihnya diarahkan ke lantai kumbung. Setelah 4 – 5 hari dibalik, kini polybag dibalik lagi seperti semula tetapi pembalikan ini disertai kejutan mekanik dengan jalan menepuk/mengetuk bagian dasar polybag. Kini penyemprotan hanya ditujukan ke permukaan lantai. Bila tubuh buah sudah muncul, pemanenan biasanya dilakukan sebelum “payung” mekar penuh (unpeel). Pemanenan dilakukan dengan cara memotong pangkal tangkai tubuh buah dekat media tanam (tidak dicabut seperti jamur tiram atau jamur kuping). Umumnya tangkai dipotong pendek dekat payung. Potongan tangkai ini di pasaran disebut kaki jamur. Baik payung dan kaki jamur dapat dijual segar maupun dikeringkan.
5.    Pembuatan LOGWOODS
Sesuai melalui pembuatan bag logs budidaya jamur dapat juga dilakukan dengan cara membuat log wood. Teknik ini sebenarnya lebih menguntungkan karena yang digunakan sebagai media ialah batng kayu yang sudah lama mati dan tidak memerlukan proses sterilisasi media seperti pada pembuatan bag log. Di sini faktor yang terpenting, ialah atap (peneduh) dan penyiraman yang baik. Untuk mengurangi faktor angin yang ikut mengurangi produksi dapat diatasi dengan menanam pohon pelindung seperti bambu di sekitar “kumbung”.
6.    Kontaminasi pada polybag
                           Kontaminasi pada media dalam dalam polybag akan menyebabkan terhentinya pertumbuhan dan perkembangan miselium. Biasanya ditunjukkan dengan timbulnya warna hitam, kuning, nila atau hijau pada media di dalam polybag sehingga tubuh buah tidak mungkin keluar dari bagian ini.
                          Ada beberapa sumber yang menyebabkan terjadinya kontaminasi, antara lain:
a.    Proses sterilisasi media dalam polybag yang tidak sempurna.
b.    Saat mengisi bibit F3 tidak aseptik.
c.    Plastik polybag yang cacat/berlubang sehingga spora jamur, miko atau bakteri, bahkan kutu dapat menyelundup masuk ke media.
d.   Kontaminasi pada kapas penutup polybag berada di dalam kumbung inkubasi. Oleh sebab itu seringkali saat polybag diinkubasi perlu disemprot dengan campuran kreolin (sabun ditambah dengan fenol kristal) atau disemprot dengan perasan kunyit.
e.    Kualitas/kebersihan air untuk penyiraman di dalam kumbung produksi perlu diperhatikan.

7.    Upaya mengatasi hama
Untuk mengatasi hama yang muncul jangan sekali-kali menggunakan fungisida atau insektisida sintetik karena akan meninggalkan residu kimia yang dapat menurunkan produksi dan berbahaya bagi kesehatan konsumen. Sebagai jalan keluar ialah menjaga kebersihan lingkungan, baik diluar kumbung maupun di dalam kumbung. Insektisida alami (nabati) banyak yang efektif untuk memberantas hama. Misalnya, perasan daun/biji pohon nimba (Azadirachta indica); daun pegagan (Centella asiatica); daun tembakau (Nicotina tabaccum); umbi gadung (Dioscorea sp) an lain-lain.
Hama yang banyak dijumpai dalam memproduksi jamur, antara lain:
a.    Hama penggerek berupa ulat yang nantinya akan bermetemorfosa menjadi lalat atau sejenis kutu (Jawa: kepik berwarna hitam).
b.    Siput tanpa cangkang.
c.    Ulat Kilan (Jawa: ular gagak) berwarna hitam, jika berjalan tubuhnya membentuk huruf U terbalik.
d.   Sejenis lalat buah yang berwarna hitam.
e.    Tikus, reyap, dll.

Pemberian kapur di bagian luar dinding kumbung dan lantai di dalam kumbung amat membantu mempertahankan sanitasi kumbung produksi. Untuk mencegah rayap, maka kayu atau bambu sebagai bahan bangunan kumbung perlu diolesi oli bekas (boleh dicampur minyak tanah). Masalahnya media di dalam polybag juga berupa kayu yang amat disukai rayap. Pada kaki rak bambu/kayu akan lebih baik kalau dililit dengan sedikit kain bekas yang diberi oli dan minyak tanah.
8.    Jamur Beracun
           Teknik mendeteksi toad tools (JAMUR YANG DIDUGA BERACUN) dengan analisis kimia mengandung:
a.    Warna tudung/payung mencolok.
b.    Senyawa Cholin.
c.    Senya Mustardin.
d.   Tumbuh di tempat kotor.
e.    Berbau H2S (telur busuk).
f.     Berbau CH3 (seperti gas elpiji).
g.    Jika dimasak berubah warna, jika demikian JANGAN dimakan !!!
h.    Jika jamur beracun dimasak kemudian ditempelkan pada nasi putih, akan mengubah warna nasi putih tadi. Jika ditempelkan ke perak akan mengubah warna perak menjadi hitam.
i.      Umumnya jamur yang tumbuh dari permukaan tanah 95% mengandung racun.
j.      Pada stipe (tangkai tubuh buah) terdapat cincin kecuali jamur merang.

     

Senin, 09 Januari 2012

Kloning

Kloning
Kloning adalah penggunaan sel somatik makhluk hidup multiseluler untuk membuat satu atau lebih individu dengan materi genetik yang sama atau  identik. Kloning ditemukan pada tahun 1997 oleh Dr. Ian Willmut seorang ilmuan Skotlandia dengan menjadikan sebuah sel telur domba yang telah direkayasa menjadi seekor domba tanpa ayah atau tanpa perkawinan. Domba hasil rekayasa ilmuan Skotlandia tersebut diberi nama Dolly.
Cara kloning domba Dolly yang dilakukan oleh Dr. Ian Willmut adalah sebagai berikut:
·         Mengambil sel telur yang ada dalam ovarium domba betina, dan mengambil kelenjar mamae dari domba betina lain.
·         Mengeluarkan nukleus sel telur yang haploid.
·         Memasukkan sel kelenjar mamae ke dalam sel telur yang tidak memiliki nukleus lagi.
·         Sel telur dikembalikan ke uterus domba induknya semula (domba donor sel telur).
·         Sel telur yang mengandung sel kelenjar mamae dimasukkan ke dalam uterus domba, kemudian domba tersebut akan hamil dan melahirkan anak hasil dari cloning.
Jadi, domba hasil kloning merupakan domba hasil perkembangbiakan secara vegetatif karena sel telur tidak dibuahi oleh sperma.
Kloning juga bisa dilakukan pada seekor katak. Nukleus yang berasal dari sebuah sel di dalam usus seekor kecebong ditransplantasikan ke dalam sel telur dari katak jenis lain yang nukleusnya telah dikeluarkan. Kemudian, telur ini akan berkembang menjadi zigot buatan dan akan berkembang lagi menjadi seekor katak dewasa. Kloning akan berhasil apabila nukleus ditransplantasikan ke dalam sel yang akan menghasilkan embrio (sel telur) termasuk sel germa. Sel germa adalah sel yang menumbuhkan telur dari sperma.


Ø  SEJARAH KLONING
Kloning pada hewan dilakukan mula-mula pada amfibi (kodok), dengan mengadakan transplantasi nukleus ke dalam telur kodok yang dienukleasi. Sebagai donor digunakan nukleus sel somatik dari berbagai stadium perkembangan. Ternyata donor nukleus dari sel somatik yang diambil dari sel epitel usus kecebong pun masih dapat membentuk embrio normal.
Sejak Wilmut et al. berhasil membuat klon anak domba yang donor nukleusnya diambil dari sel kelenjar susu domba dewasa, maka terbukti bahwa pada mammalia pun klon dapat dibuat. Atas dasar itu para ahli berpendapat bahwa pada manusia pun secara teknis klon dapat dibuat.
Ø  TEKNIK KLONING
A. TRANSFER NUKLEUS
Transfer nukleus membutuhkan dua sel yaitu suatu sel donor dan suatu oosit atau sel telur. Telur matur sebelum dibuahi dibuang intinya atau nukleusnya. Proses pembuangan nukleus tadi dinamakan enukleasi. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan informasi genetisnya. Ke dalam telur yang telah dienukleasi tadi kemudian dimasukkan nukleus (donor) dari sel somatik. Penelitian membuktikan bahwa sel telur akan berfungsi terbaik bila ianya dalam anfertilisasi, sebab hal ini akan mempermudah penerimaan nukleus donor seperti dirinya sendiri. Di dalam telur, inti sel donor tadi akan bertindak sebagai inti sel zigot dan membelah serta berkembang menjadi blastosit. Blastosit selanjutnya ditransfer ke dalam uterus induk pengganti (surrogate mother). Jika seluruh proses tadi berjalan baik, suatu replika yang sempurna dari donor akan lahir. Jadi sebenarnya setelah terbentuk blastosit in vitro, proses selanjutnya sama dengan proses bayi tabung yang tehnologinya telah dikuasai oleh para ahli Obstetri Ginekologi.
B. TEKNIK ROSLIN
Kloning domba Dolly merupakan peristiwa penting dalam sejarah kloning. Tidak saja hal tersebut membangkitkan antusias terhadap kloning, melainkan juga hal tersebut membuktikan bahwa kloning binatang dewasa dapat disempurnakan. Sebelumnya, tidak diketahui bahwa suatu nukleus dewasa ternyata mampu memproduksi suatu hewan yang komplit. Bila terjadi kerusakan genetis dan deaktivasi gen yang sederhana maka kedua keadaan tersebut kemungkinan bersifat menetap.
Hal tersebut di atas bukanlah suatu kasus yang menyusul setelah penemuan oleh Ian Wilmut dan Keith Cambell tentang suatu metode yang mana mampu melakukan singkronisasi siklus sel dari kedua sel donor dan sel telur. Tanpa singkronosasi siklus sel, maka inti tidak akan berada pada suatu keadaan yang optimum untuk dapat diterima oleh embrio. Bagaimanapun juga sel donor harus berjuang untuk dapat masuk ke Gap Zero, atau stadium sel GO, atau stadium sel dorman.
Pertama, suatu sel (sel donor) diseleksi dari sel kelenjar mammae domba betina berbulu putih (Finn Dorset) untuk menyediakan informasi genetis bagi pengklonan. Untuk studi ini, peneliti membiarkan sel membelah dan membentuk jaringan in vitro atau diluar tubuh hewan. Hal ini akan menghasilkan duplikat yang banyak dari suatu inti yang sama. Tahap ini hanya akan bermanfaat bila  DNA nya diubah, seperti pada kasus Polly, karena perubahan tersebut dapat diteliti untuk memastikan bahwa mereka telah dipengaruhi.
Suatu sel donor diambil dari jaringan dan dimasukkan ke dalan campuran, yang hanya memiliki nutrisi yang cukup untuk mempertahankan kehidupan sel. Hal ini menyebabkan sel untuk menghentikan seluruh gen yang aktif dan memasuki stadium GO. Kemudian sel telur dari domba betina Blackface (domba betina yang mukanya berbulu hitam = Scottish Blackface) dienokulasi dan diletakkan disebelah sel donor. Satu sampai delapan jam setelah pengambilan sel telur, kejutan listrik digunakan untuk menggabungkan dua sel tadi, pada saat yang sama pertumbuhan dari suatu embrio mulai diaktifkan. Teknik ini tidaklah sepenuhnya sama seperti aktivasi yang dilakukan oleh sperma, karena hanya beberapa sel yang diaktifkan oleh kejutan listrik yang mampu bertahan cukup lama untuk menghasilkan suatu embrio.
Jika embrio ini dapat bertahan, ia dibiarkan tumbuh selama sekitar enam hari, diinkubasi di dalam oviduk domba. Ternyata sel yang diletakkan di dalam oviduk lebih awal, di dalam pertumbuhannya lebih mampu bertahan dibandingkan dengan yang diinkubasi di dalam laboratorium. Akhirnya embrio tadi ditempatkan ke dalam uterus betina penerima (surrogate mother). Induk betina tersebut selanjutnya akan mengandung hasil cloning tadi hingga ianya siap untuk dilahirkan. Bila tidak terjadi kekeliruan, suatu duplikat yang persis sama dari donor akan lahir.
Domba yang baru lahir tersebut memiliki semua karakteristik yang sama dengan domba yang lahir secara alamiah. Dan telah diamati bila ada efek yang merugikan, seperti resiko yang tinggi terhadap kanker atau penyakit genetis lainnya yang terjadi atas kerusakan bertahap kepada DNA, dikemudian hari jugaterjadi pada Dolly atau hewan lainnya yang dikloning dengan metode ini
C. TEKNIK HONOLULU
Pada Juli 1998, suatu tim ilmuwan dari Universitas Hawai mengumumkan bahwa mereka telah menghasilkan tiga generasi tikus kloning yang secara genetic identik.Teknik ini diakreditasi atas nama Teruhiko Wakayama dan Ryuzo Yanagimachi dari Universitas Hawai. Tikus telah sejak lama diketahui merupakan mamalia yang tersulit untuk dikloning, ini merujuk pada bahwa segera setelah suatu sel telur tikus mengalami fertilisasi ia akan segera membelah. Domba digunakan pada tehnik Roslin karena sel telurnya membutuhkan beberapa jam sebelum membelah, memungkinkan adanya waktu bagi sel telur untuk memprogram ulang nukleus barunya. Meskipun tidak mendapatkan keuntungan tersebut ternyata Wakayama dan Yanagimachi mampu melakukan kloning dengan angka keberhasilan yang jauh lebih tinggi (3 kloning dari sekitar seratus yang dilakukan) dibandingkan Ian Wilmut (satu dari 277).
Wakayama melakukan pendekatan terhadap masalah sinkronisasi siklus sel yang berbeda dibandingkan Wilmut. Wilmut menggunakan sel dari kelenjar mammae yang harus dipaksa untuk memasuki ke stadia GO. Wakayama awalnya menggunakan tiga tipe sel yakni, sel Sertoli, sel otak dan sel kumulus. Sel Sertoli dan sel otak keduanya tinggal dalam stadia GO secara alamiah dan sel cumulus hampir selalu hadir pada stadia G0 ataupun G1.
Sel telur tikus yang tidak dibuahi digunakan sebagai resipien dari inti donor. Setelah dienokulasi, sel telur memiliki inti donor yang dimasukkan ke dalamnya. Nukleus donor diambil dari sel-sel dalam hitungan menit dari setiap ekstrak sel dari tikus tersebut. Tidak seperti pada proses yang digunakan untuk melahirkan Dolly, tanpa in vitro atau di luar dari tubuh hewan, kultur dilakukan justru pada sel-sel tersebut. Setelah satu jam sel-sel telah menerima nucleus-nukleus yang baru. Setelah penambahan waktu selama 5 jam sel telur kemudian ditempatkan pada suatu kultur kimia untuk memberi kesempatan sel-sel tersebut tumbuh, sebagaimana layaknya fertilisasi secara alamiah.
Pada suatu kultur dengan suatu substansi (cytochalasin B) yang menghentikan pembentukan suatu polar body, sel kedua yang secara alami terbentuk sebelum fertilisasi. Polar body akan menjadi setengah dari sel gen, mempersiapkan sel lainnya untuk menerima gen-gen dari sperma. Setelah penyatuan, sel-sel berkembang menjadi embrio-embrio. Embrio-embrio ini kemudian ditransplantasikan kepada induk betina donor (surrogate mother) dan akan tetap berada di sana sampai siap untuk di lahirkan. Sel yang paling berhasil dari proses ini adalah sel kumulus, maka penelitian dikonsentrasikan pada sel-sel dari tipe tersebut (sel kumulus). Setelah terbukti bahwa tekniknya dapat menghasilkan cloning yang hidup,
Wakayama juga membuat cloning dari cloning, dan membiarkan mahluk klon yang asli untuk melahirkan secara alamiah untuk membuktikan bahwa mereka memiliki kemampuan reproduksi secara sempurna. Pada saat dia mengumumkan keberhasilannya, Wakayama telah menciptakan lima puluh kloning.  Teknik baru ini memungkinkan untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut tentang bagaimana tepatnya sebuah telur memprogram ulang sebuah nukleus. Tikus bereproduksi dalam kurun bulanan, jauh lebih cepat dibanding dengan domba. Hal ini menguntungkan dalam hasil penelitian jangka panjang
Ø  MANFAAT KLONING
Secara garis besar kloning bermanfaat:
1. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan
Manfaat kloning terutama dalam rangka pengembangan biologi, khususnya
reproduksi-embriologi dan diferensiasi.
2. Untuk mengembangkan dan memperbanyak bibit unggul
Seperti telah kita ketahui, pada sapi telah dilakukan embrio transfer. Hal yang serupa tentu saja dapat juga dilakukan pada hewan ternak lain, seperti pada domba, kambing dan lain-lain. Dalam hal ini jika nukleus sel donornya diambil dari bibit unggul, maka anggota klonnya pun akan mempunyai sifat-sifat unggul tersebut. Sifat unggul tersebut dapat lebih meningkat lagi, jika dikombinasikan dengan teknik transgenik. Dalam hal ini ke dalam nucleus zigot dimasukkan gen yang dikehendaki, sehingga anggota klonnya akanmempunyai gen tambahan yang lebih unggul.
3. Untuk tujuan diagnostik dan terapi
Sebagai contoh jika sepasang suami isteri diduga akan menurunkan penyakit genetika thalasemia mayor. Dahulu pasangan tersebut dianjurkan untuk tidak mempunyai anak. Sekarang mereka dapat dianjurkan menjalani terapi gen dengan terlebih dahulu dibuat klon pada tingkat blastomer. Jika ternyata salah satu klon blastomer tersebut mengandung kelainan gen yang menjurus ke thalasemia mayor, maka dianjurkan untuk melakukan terapi gen pada blastomer yang lain, sebelum dikembangkan menjadi blastosit.  Contoh lain adalah mengkultur sel pokok (stem cells) in vitro, membentuk organ atau jaringan untuk menggantikan organ atau jaringan yang rusak.
4. Menolong atau menyembuhkan pasangan infertil mempunyai turunan
Manfaat yang tidak kalah penting adalah bahwa kloning manusia dapat membantu/menyembuhkan pasangan infertil mempunyai turunan. Secara medis infertilitas dapat digolongkan sebagai penyakit, sedangkan secara psikologis ia merupakan kondisis yang menghancurkan, atau membuat frustasi. Salah satu bantuan ialah menggunakan teknik fertilisasi in vitro. (in vitro fertilization = IVF). Namun IVF tidak dapat menolong semua pasangan infertil. Misalnya bagi seorang ibu yang tidak dapat memproduksi sel telur atau seorang pria yang tidak dapat menghasilkan sperma, IVF tidak akan membantu. Dalam hubungan ini, maka teknik kloning merupakan hal yang revolusioner  sebagai pengobatan infertilitas, karena penderita tidak perlu menghasilkan sperma atau telur. Mereka hanya memerlukan sejumlah sel somatik dari manapun diambil, sudah memungkinkan mereka punya turunan yang mengandung gen dari suami atau istrinya.